18 Oktober 2009

Pemerintah Aceh Dinilai Abaikan Hak Ekosob Masyarakat

BANDA ACEH - Berbagai temuan situs sejarah Samudera Pasai oleh Tim Peduli Sejarah Aceh Yayasan Waqaf Nurul Islam Lhokseumawe, dinilai telah membuka informasi sejarah terpenting dalam peradaban Aceh. Sayangnya, hingga saat ini kegiatan tersebut belum mendapat respon dari Pemerintah Aceh, sehingga muncul penilaian Pemerintah Aceh telah mengabaikan hak ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob) masyarakat Aceh.

“Jika dicermati secara baik, maka negara, khususnya Pemerintah Aceh secara serius telah mengabaikan Hak Ekosob masyarakat Aceh, terutama terhadap sejarah Samudera Pasai. Karena seharusnya merupakan kewajiban negara atau pemerintah daerah untuk terus menerus secara reguler menggali dan melestarikan sejarah kebudayaan Aceh. Bukan justru membiarkan situs-situs sejarah Aceh hilang atau tenggelam dimakan usia,” kata Zulfikar Muhammad, Juru Bicara Koalisi NGO HAM Aceh, dalam siaran pers kepada Serambi Kamis (7/5).

Ia menyebutkan, hak Ekosob sebagaimana tertuang dalam UU No.11 tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya menjadi hak masyarakat yang tidak dapat ditawar. “Jadi negara dalam hal ini sama sekali tidak boleh menghambat, mengabaikan atau bahkan merusak dengan alasan pembangunan terhadap berbagai sumber kebudayaan masyarakat,” kata Spesialis Aktivis HAM Ekosob pada lembaga itu. Dalam UU itu, ungkap Zulfikar, negara diberi mandat untuk melestarikan secara layak, merawat dan memelihara serta mendorong secara penuh partisipasi masyarakat dalam mejaga kebudayaannya terutama tentang sejarah. Karena hal tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang menjadi hal mutlak rakyat yang tidak boleh diabaikan.

Menurut Zulfikar, keadaan tersebut juga membuktikan bahwa kinerja Dinas Kebudayaan Aceh, saat ini sangat buruk dan tidak punya target. “Lemahnya sumber daya yang menduduki jabatan tersebut kita duga penyebab mutlak Koalisi NGO HAM Aceh juga menyorot tindakan dinas terkait di Aceh Utara yang telah memberhentikan Ramlan (penjaga makam Ratu Nahrisyah) tanpa alasan yang jelas. Zulfikar menduga, pemberhentian Ramlan ini terkait dengan keterlibatan yang bersangkutan dalam Tim Penelitian Sejarah Samudera Pasai yang didanai secara swadaya oleh anggota tim. Sedangkan pemerintah setempat, kata Zulfikar, justru berfikir tentang akan melakukan pembangunan mega proyek (Menara Samudera Pasai) di kawasan yang masih menyimpan ribuan benda bersejarah. Padahal proyek ini bisa berakibat pada hilangnya benda-benda bersejarah tersebut,” demikian Zullfikar Muhammad.(nal)


Sumber : Serambi Indonesia, 08 Mei 2009

Tidak ada komentar: